Member-only story
Cerita Gur Dur Menjadi Kolomnis TEMPO
Untuk mengetik kolom, Gus Dur paling lama menghabiskan waktu dua jam.
Salah satu tips menjadi penulis yang baik, kita memang perlu belajar dari pengalaman orang lain. Pengalaman-pengalaman mereka kadang-kala dapat memberi inspirasi buat kita, terutama belajar bagaimana mereka merintis karir menulis. Pengalaman Gus Dur, misalnya.
Menurut saya, cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU) ini adalah sosok yang sangat luar biasa. Bisa dibilang, Gus Dur adalah penulis yang serba-bisa. Beliau tak hanya paham masalah keagamaan, melainkan cukup lihai menulis sepakbola. Tulisannya tentang politik sangat menarik disimak, begitu juga saat beliau menulis tentang film. Selain itu, Gus Dur boleh disebut sebagai tokoh yang memiliki ‘koleksi’ humor yang tidak sedikit.
Tapi, bagaimana mantan Presiden ke-4 ini merintis karir sebagai penulis? Syu’bah Asa, redaktur opini Tempo tahun 1980-an mengisahkan, Gus Dur adalah kolomnis yang sangat produktif era 80-an, selain Ong Hok Ham dan Emha Ainun Nadjib.
“Satu tulisan belum dimuat, sudah datang tulisan lain,” cerita Syu’bah dalam pengantar ‘Melawan Melalui Lelucon: Kumpulan Kolom Abdurahman Wahid di Tempo’ (Kecap Dapur Tempo, 1971–2011).
Tiap kali datang ke kantor Tempo, cerita Syu’bah, Gus Dur selalu pakai sandal…